msp1164meyna.blogspot.com
Sistem Informasi Sumberdaya Perairan
Jumat, 12 April 2013
Rabu, 10 April 2013
Aplikasi Sistem Informasi Geografis di Bidang Perairan dan Kelautan
Makalah Sistem Informasi
Sumberdaya Perairan
APLIKASI
SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DIBIDANG
PERAIRAN
DAN KELAUTAN
Dosen
Penanggung Jawab :
Rusdi
Leonard, S.Pi, M.Si
Disusun
Oleh :
TRI
WORO WIDYASTUTI
110302052
MANAJEMEN
SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA
MEDAN
2013
PENDAHULUAN
Latar
Belakang
Ikan dengan
mobilitasnya yang tinggi akan lebih mudah dilacak disuatu area melalui
teknologi ini karena ikan cenderung berkumpul pada kondisi lingkungan tertentu
seperti adanya peristiwa upwelling, dinamika arus pusaran dan daerah front
gradient pertemuan dua massa air yang berbeda baik itu salinitas, suhu
atau klorofil-a. Pengetahuan dasar yang dipakai dalam melakukan pengkajian
adalah mencari hubungan antara spesies ikan dan faktor lingkungan di
sekelilingnya. Dari hasil analisa ini akan diperoleh indikator oseanografi yang
cocok untuk ikan tertentu. Sebagai contoh ikan albacore tuna di laut utara
Pasifik cenderung terkonsetrasi pada kisaran suhu 18.5-21.5oC dan berassosiasi
dengan tingkat klorofil-a sekitar 0.3 mg m-3 (Polovia et al., 2001;
Zainuddin et al., 2004, 2006).
Selanjutnya output yang didapatkan dari
indikator oseanografi yang bersesuaian dengan distribusi dan kelimpahan ikan
dipetakan dengan teknologi SIG. Data indikator oseanografi yang cocok untuk
ikan perlu diintegrasikan dengan berbagai layer pada SIG karena ikan sangat
mungkin merespon bukan hanya pada satu parameter lingkungan saja, tapi berbagai
parameter yang saling berkaitan. Dengan kombinasi SIG, inderaja dan data
lapangan akan memberikan banyak informasi spasial misalnya dimana posisi ikan
banyak tertangkap, berapa jaraknya antara fishing base dan fishing ground yang
produktif serta kapan musim penangkapan ikan yang efektif. Tentu saja hal ini
akan memberi gambaran solusi tentang pertanyaan nelayan kapan dan dimana bias
mendapatkan banyak ikan.
Tujuan
Tujuan dilakukannya pembuatan
aplikasi SIG dalam bidang kelautan dan perikanan :
- Mengetahui ikan di laut berada dan kapan bisa ditangkap
- jumlah yang berlimpah merupakan pertanyaan yang sangat biasa didengar.
- Meminimalisir usaha penangkapan dengan mencari daerah habitat ikan, disisi biaya BBM yang besar, waktu dan tenaga nelayan
- mengetahui area dimana ikan bisa tertangkap dalam jumlah yang besar
Manfaat
Salah
satu alternatif yang menawarkan solusi terbaik adalah mengkombinasikan
kemampuan SIG dan penginderaan jauh (inderaja) kelautan. Dengan teknologi
inderaja faktor-faktor lingkungan laut yang mempengaruhi distribusi, migrasi
dan kelimpahan ikan dapat diperoleh secara berkala, cepat dan dengan cakupan area yang luas.
TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian SIG
Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah
suatu komponen yang terdiri dari perangkat lunak, perangkat keras, data
geografis dan sumberdaya manusia yang bekerja bersama secara efektif untuk
menangkap, menyimpan, memperbaiki, memperbarui, mengelola, memanipulasi,
mengintegrasikan, menganalisa, dan menampilkan data dalam suatu informasi
berbasis geografis (Budiyanto, 2002).
Sistem Informasi Geografi (SIG) adalah suatu sistem informasi yang dapat
memadukan antara data grafis dengan data teks (atribut) objek yang dihubungkan
secara geografis di bumi (georeference). Di samping itu, Sistem Informasi
Geografi ini juga dapat menggabungkan data, mengatur data dan melakukan
analisis data. Untuk selanjutnya menghasilkan output yang dapat dijadikan acuan
dalam pengambilan keputusan pada masalah geografi. Sistem Informasi Geografi
(SIG) merupakan terjemahan dari Geographical Information System (GIS).
Secara lebih spesifik Aronof mendefinisikan SIG sebagai suatu sistem yang
berbasiskan komputer yang mempunyai kemampuan untuk menangani data yang
bereferensi geografis yang mencakup :
a.Data input (pemasukan)
b.Manajemen data (penyimpanan dan
pemanggilan data)
c.Analisis dan manipulasi
data.(Aronof,1993)
Definisi SIG selalu bertambah,berkurang, dan bervariasi. Hal ini karena SIG
merupakan suatu bidang kajian ilmu dan teknologi yang relatif baru namun
terlepas dari bervariasinya definisi SIG secara umum yang paling perlu
diperhatikan adalah komponen-komponen yang disebutkan. Komponen Utama Sistem
Informasi Geografis (SIG). Melihat SIG sebagai suatu sistem, maka SIG terdiri
dari beberapa komponen-komponen penyusun. Komponen penyusun dalam SIG adalah:
perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software), organisasi (manajemen)
dan pemakai (users). Kombinasi dari komponen-komponen tersebutlah yang akan
menentukan kesuksesan pengembangan Sistem Informasi Geografis (SIG).
Kondisi
Perairan dan Perikanan
Dunia kelautan
merupakan dunia yang sangat dinamis, disini hampir semunya bergerak kecuali
dasar lautan. Di wilayah yang merupakan bagian bumi terbesar ini, terdapat
banyak sumber daya alam yang bisa menghasilkan pendapatan yang tinggi untuk
suatu daerah atau pemerintahan, contohnya adalah sumber daya ikan. Indonesia
merupakan suatu negara yang sangat luas dan memiliki sumber daya perikanan yang
sangat besar juga. Dengan luas lautan sekitar 5,8 juta km2 dan panjang pantai
kurang lebih 81.000 km, maka potensi pendapatan ekonomi dari bidang perikanan
akan sangat besar sekali. Menurut Kusyanto (2001) potensi sumber daya perikanan
di Indonesia adalah 6.1 juta ton per tahun dan baru termanfaatkan sekitar 57%.
Kurangnya pemanfaatan teknologi dalam eksploitasi sumber daya ikan2 tersebut
menyebabkan tidak optimumnya pemanfaatan sumber daya ikan yang ada. Pemanfaatan
suatu teknologi seperti Sistem Informasi Geografis untuk perikanan di harapkan
dapat mampu memberikan suatu gambaran dan suatu tampilan spasial tentang
sumber-sumber atau spot-spot perikanan di wilayah indonesia yaitu dengan
menggabungkan faktor-faktor lingkungan yang mendukung tempat hidup dan
berkumpulnya berbagai jenis ikan tersebut sehingga dapat dimanfaatkan untuk
meningkatkan hasil penangkapan ikan.
Pemanfaatan
SIG di Bidang Perikanan dan Kelautan
Setiap
jenis ikan mempunyai suatu kriteria-kriteria lingkungan tersendiri untuk
kenyaman hidupnya, namanya juga mahluk hidup. Kriteria-kriteria lingkungan
tersebut adalah seperti suhu, makanan (chlorophyl-a), salinitas, pertemuan masa
air (eddy), upwelling, dll. Contohnya untuk ikan albacore tuna di laut utara
pasifik, ikan ini suka hidup pada kisaran suhu 18.5 – 21.5 oC, dan tingkat
klorofil-a 0.3 mg/m3 (Polovia et al., 2001; Zainuddin et al., 2004 dalam
Zainuddin, 2006), sedangkan ikan cakalang dan tuna kecil (litle tuna) lebih
bahagia hidup pada daerah dengan kisaran suhu 23 – 28 oC (Leavestu dan Hela,
1970 dalam Kusuma, 2004).
SIG
perikanan lebih sering bermain dengan bentuk data raster. Data2 SST, klorofil
dll tersebut merupakan suatu data dari citra satelit yang berbentuk raster.
Data raster mempunyai kelemahan dalam proses penyimpaan dan kemampuannya
berinteraksi dengan data atribut. Data bentuk raster membutuhkan tempat
penyimpanan yang sangat besar sehingga boros hardisk, data raster juga
merupakan data angka per pixel sehingga tidak bisa di gabung dengan data tabel,
keadaan ini terjadi apabila data raster tersebut bersifat degradasi. Untuk bisa
menggabungkannya dengan data tabel harus di reklasifikasi terlebih dahulu,
sehingga membentuk ID2. Interkasi data atribut dengan data spasial sangat
berguna pada lokasi pendaratan ikan, dimana pelaporan secara berkala tentang
hasil penagkapan ikan akan memberikan informasi wilayah penghasil ikan terbesar
dan informasi tentang pemanfaatan potensi perikanan yang ada disekitar lokasi
pendaratan kapal.
Di bawah ini disajikan salah satu
contoh aplikasi penggunaan SIG dan inderaja pada penangkapan ikan tuna di laut
utara Pasific (Gambar 1). Disini terlihat bahwa dua database (satelit dan
perikanan tuna) dikombinasikan dalam mengembangkan spasial analysis daerah
penangkapan ikan tuna. Pada prinsipnya ada 4 layer/lapisan data yang
diintegrasikan yaitu suhu permukaan laut (SST) (NOAA/AVHRR), tingkat
konsentrasi klorofil (SeaWiFS), perbedaan tinggi permukaan air laut (SSHA) dan
eddy kinetik energi (EKE) (AVISO). Parameter pertama (SST) dipakai karena
berhubungan dengan kesesuaian kondisi fisiologi ikan dan thermoregulasi untuk
ikan tuna; sedangkan parameter yang kedua karena dapat menjelaskan tingkat
produktifitas perairan yang berhubungan dengan kelimpahan makanan ikan;
sementara parameter yang ketiga berhubungan dengan kondisi sirkulasi air daerah
yang subur seperti eddy dan upwelling ; dan parameter terakhir berhubungan
dengan indeks untuk melihat daerah subur dan kekuatan arus yang mungkin
mempengaruhi distribusi ikan. Data penangkapan ikan tuna (lingkaran putih pada
peta yang ditunjukkan dengan tanda panah) diplot pada peta lingkungan yang
dibangkitkan dari citra satelit. Sedangkan panel atau layer yang paling atas
menunjukkan peta prediksi hasil tangkapan.
Gambar 1 memberi informasi bahwa
ikan tuna tertangkap dalam jumlah yang besar (terkonsentrasi) pada posisi
sekitar 35oLU dan 160oBT bersesuaian dengan kondisi SST sekitar 20oC dan
berassosiasi dengan tingkat klorofil-a sekitar 0.3 mg m-3. Konsentrasi ikan
tersebut berada pada posisi positif anomaly permukaan laut (warna merah) yang
bertepatan dengan kondisi EKE yang relatif lebih tinggi. Dari Gambar itu
terlihat bahwa prediksi hasil tangkapan dengan peluang yang tinggi (dikenal
dengan istilah habitat hotspot) juga menkonfirmasi daerah produktif tersebut.
Setiap spesies ikan mempunyai karakteristik oseanografi kesukaannya sendiri dan
cenderung menempati daerah tertentu yang bisa dipelajari. Hal ini dapat
diketahui dengan pendekatan SIG dan inderaja multi-layer tersebut.
Gambar 1. Aplikasi SIG dan
inderaja dalam kegiatan penangkapan ikan tuna pada bulan November 2000
(resolusi semua layer citra = 9 Km) (Zainuddin, 2006).
Contoh
lain aplikasi SIG di selatan pulau Hokkaido, Jepang dapat dilihat pada Gambar 2
berikut ini. Peta ini menunjukkan berbagai informasi spasial yang bisa kita
pahami tentang perikanan tangkap di sekitar pulau tersebut, khususnya perikanan
cumi-cumi. Disni peta SIG menggambarkan dimana posisi pelabuhan perikanan (fishing
port), jarak antara fishing ground (daerah penangkapan) dan
pelabuhan, distribusi hasil tangkapan, jumlah kapal yang tersedia. Dari
informasi ini dapat dilihat bahwa distribusi musiman daerah penangkapan, hasil
tangkapan dan jumlah kapal penangkap akan menghasilkan informasi tentang jalur
migrasi spesies cumi-cumi tersebut yaitu cenderung ke utara pada bulan Juni dan
kembali ke selatan pada bulan November.
Gambar 2. Peta distribusi daerah
penangkapan cumi-cumi dan jumlah kapal dan hasil tangkapannya di sekitar pulau
Hokkaido, Jepang pada bulan Juni (kiri) dan November (kanan) (Kiyofuji and
Saitoh, 2004).
PENUTUP
Pengembangan SIG untuk kelautan mempunyai dua kendala
umum, pertama bahwa dasar-dasar perkembangan SIG adalah untuk keperluan
analisis keruangan pada suatu lahan (land-based sciences), kedua analisis SIG
untuk laut lebih banyak menggunakan 3D, sedangkan SIG sendiri masih kurang
mampu mengaplikasikan 3D secara baik pada daerah2 yg luas (Davis dan Davis
1988; Wright dan Goodchild 1997 dalam Kusuma, 2004).
Keadaan2 lingkungan yang merupakan syarat kebahagian
hidup bagi ikan2 tersebut merupakan suatu sebaran spasial yang dapat di olah
dengan Sistem Informasi Geografi. Data-data lingkungan tersebut dapat di
peroleh dari data penginderaan jauh seperti Sea Surface Temperature (SST)/suhu
laut dan klorofil-a yang bisa diperoleh dari citra MODIS yang bias di download
pada situ. sedangkan data-data lokasi pendaratan kapal penagkapan, batas pantai
bisa diperoleh dari survei lapangan dan peta dasar wilayah. Sistem informasi
geografi merupakan suatu interaksi antara data-data atribut dan data spasial
yang bereferensi geografi. Keunggulan SIG ini dapat dijadikan masukan berharga
bagi para nelayan atau pengusaha perikanan untuk mengetahuai lokasi-lokasi
penangkapan ikan. Pertanyaan yang sering di lontarkan nelayan adalah dimana
lokasi penangkapan SIG akan memberikan
tampilan secara geografis kencendrungan seberan dari faktor2 lingkungan yang
disukai oleh ikan yang akhirnya memberikan gambaran daerah perkiraan
penangkapan ikan.
DAFTAR
PUSTAKA
http://regional.coremap.or.id oleh : Dr. Ir. Mukti Zainuddin, MSc. Staf
Pengajar Fakultas Ilmu Kelautan dan
Perikanan Universitas Hasanuddin
Prahasta, E. 2005. Sistem Informasi Geografis, Konsep-Konsep Dasar. CV. Informatika,
Bandung.
Puspita, Y.
2009. Penggunaan ArcView Giss 3.3 Pada Peranvangan Aplikasi Sistem Informasi
Geografis Lokasi Sekolah di Wilayah Bogor. Universitas Gunadarma, Depok.
Siswanto. 2011. Sistem Informasi Geografis Objek Wisata Menggunakan Google Maps Api
Studi Kasus Kabupaten Mojokerto. Institut Teknologi Sepuluh Nopember,
Surabaya.
Zainuddin, M. 2010. Aplikasi SIG di Bidang Kelautan dan Perikanan. Universitas
Hasanuddin, Makassar.
Langganan:
Postingan (Atom)